28 Tahun Mengembara di Palestina
Judul buku: Jalan-jalan di Palestina: Catatan atas Negeri yang Menghilang
Penulis: Raja Shehadeh
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008
Tebal: xxiv+ 237 halaman
palestina
Ini bukan buku baru karena sudah terbit sejak Juli 2008. Namun, membaca buku ini di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza, Palestina, yang sudah memakan korban lebih dari 1.000 orang, akan mengingatkan kita pada masalah pendudukan tanah Palestina oleh bangsa Yahudi, yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu.
Buku ini berisi enam bab cerita jalan-jalan penulisnya, Raja Shehadeh, dalam kurun waktu 28 tahun di perbukitan sekitar Ramallah, Jerusalem, dan Laut Mati.
Tiap perjalanan punya rutenya sendiri, melintasi jarak dan waktu, berlatar sejarah negeri suci tiga agama besar di dunia.
Selain menceritakan keindahan alam Palestina, Raja juga mengisahkan interaksi antara masyarakat Palestina dengan para pemukim Yahudi, serta berbagai konflik yang berakar pada masalah pendudukan tanah Palestina oleh orang-orang Israel.
Sebagai penulis dan pengacara, Raja Shehadeh bertekad melawan melalui jalur hukum kasus-kasus pendudukan tanah Palestina yang dilakukan lewat berbagai macam cara oleh Israel.
Sampai awal 80-an, Raja telah menulis tentang aspek-aspek hukum sengketa tanah dan mengajukan permohonan melawan perintah-perintah Israel untuk mengambil alih tanah Palestina demi dijadikan permukiman Yahudi.
Selain menulis berbagai kasus sengketa tanah, dia juga menelusuri misteri tanah kelahirannya yang terpecah belah, yang membuatnya khawatir akan masa depannya yang tak pasti. (hal xix)
Raja mengakui, para pemukim Yahudi serta tokoh-tokoh antagonis dalam buku ini dapat ditemui dalam kehidupan nyata. Dia membenci niat-niat mereka yang agresif dan kelakuan mereka terhadap tanah Palestina dan penghuninya. Namun dia jarang menghadapi mereka secara langsung.
Mereka dipukul rata dan dicampur jadi satu, seperti para pengembara abad 19 menggeneralisasi orang-orang Arab lokal seraya mencoba untuk menghapus mereka dari negeri yang ingin mereka gambarkan.
“Di berbagai titik para pemukim itu dilihat dari jarak yang jauh. Aku khawatir apa yang akan mereka perbuat. Aku ingin tahu apa yang mereka pikirkan. Aku bertanya apakah aku dan orang-orangku terlihat oleh mereka,” katanya. (hal xxiii)
Raja mengembara mulai 1978 hingga 2006. Meski tak ada cerita atau laporan hasil pengamatan seputar perlawanan rakyat Palestina, yang lebih dikenal dengan istilah intifadah, namun kehadiran buku ini menyegarkan kembali ingatan pembacanya akan tanah Palestina, yang kini dihuni penduduk asli dan para pemukim Yahudi, serta berbagai konflik yang terjadi di antara mereka.
Sebagai penulis yang mengerti masalah hukum, dia tidak memasukkan sentimen ras dan agama dalam tulisan-tulisannya. Itu yang membuat tulisannya jernih dan enak dibaca. Jadi wajar bila diganjar Orwel Prize 2008.
-dari aQ-
Aku terttarik ketika melihat buku ini,..
terlihat dari sampul depan sebuah perjalanan yang begitu indah untyuk digambarkan kawan...
ayo kita buru buku ini...
q pun juga heeee....^_^
-vhori-